Rabu, 02 November 2011

People Always Leave Things Undone, or Done Badly

Ada kalanya keluarga melakukan reuni dan membicarakan bagian dari mereka yang telah berpulang. Kematian bisa dianggap tutupnya satu bab meskipun rangkaian kisah di dalamnya tidak pernah benar-benar usai, dan jika kita lebih banyak mendengar hal baik-baik mengenai mendiang bisa dimaknai sebagai cara menghidupi daya yang kita punya agar tak mandeg sebelum kita sendiri mati. Volver (2006) karya ikon perfilman Spanyol Pedro Almodovar menghadirkan renungan macam itu dalam suasana karib dan penuh pengertian satu sama lain.

Film yang dibuka dengan adegan bersih-bersih kuburan ini kenyataannya bicara soal apa yang selama ini terkubur dan apa yang nantinya akan dikubur. Jalinan kisah dan misteri di dalamnya dijalin oleh Raimunda (Penélope Cruz), seorang wanita pekerja, ibu satu anak, suaminya baru saja kehilangan pekerjaan tapi tetap minta bir pada istrinya. Raimunda gelisah, banyak beban, tidak punya cukup uang, tidak punya mobil tapi senang nyetir.

Makam yang dibersihkannya bersama Sole adiknya dan Paula putri satu-satunya adalah peristirahatan ayah-ibunya yang meninggal bersama dalam satu musibah. Raimunda mengatakan, Irene – sang ibu – pasti bahagia meninggal dalam dekapan orang yang paling dicintainya. Di makam mereka juga bertemu Agustina yang dekat secara geografis dan emosional dengan keluarga Raimunda. Agustina datang untuk membersihkan makamnya sendiri.

Raimunda makin sumpek saat putrinya yang hampir tak pernah melepas seluler dari genggaman terlibat satu peristiwa fatal. Penguasaannya pada timbunan beban masalah membuatnya tegas mengambil-alih tanggung-jawab, sebagaimana perjuangannya selama ini memperoleh penghasilan yang layak untuk mewujudkan kehidupan yang pantas.

Dan Raimunda melakukannya dengan integritas: dipinjamnya uang dari tetangga-tetangga yang berpapasan dengannya di jalanan dan mengembalikannya dengan kelebihan. Keruwetan sekaligus kegigihannya bikin laki-laki penasaran tapi tak pernah dibiarkannya muncul celah untuk mereka (seperti film ini sendiri yang meminggirkan kaum laki-laki). Pada saat Raimunda berusaha mengendalikan semua itu dalam satu harmoni, orang-orang dekatnya justru dirusuhi peristiwa-peristiwa tak terkendali.

Bibi yang sangat disayanginya meninggal. Si bibi yang pikun tapi “bisa mengurus diri sendiri secara ideal” itu adalah akar keluarganya yang tersisa setelah kematian tragis Irene. Masalahnya, Irene malah menampakkan diri saat si bibi wafat. Pertama pada Agustina yang rumahnya hanya beberapa langkah dari tempat tinggal bibi, kemudian Irene hadir di hadapan Sole.

Penampakan Irene mengubah keseharian Sole yang sehari-hari mengelola usaha salon di rumah. Irene pun menerbitkan harapan pada Agustina. Harapan menyangkut masa lalu yang tak jelas simpulnya: saat Irene dan suaminya mati, ibu Agustina tiba-tiba lenyap. Agustina tak percaya hilangnya sang ibu dan kematian Irene di waktu yang sama sekedar kebetulan. 

Dalam keadaan kepayahan karena digerogoti kanker Agustina memohon pada Raimunda untuk menanyakannya jika Irene menemuinya. Raimunda setengah hati, justru ibunya itu salah satu bebannya selama ini. Amarah yang terpendam pada Irene membuatnya baru bisa berjanji pada putrinya suatu saat akan mengungkap siapa ayahnya yang sesungguhnya. Tapi Irene sendiri tampaknya segan ngetoki Raimunda.    

Harus disebut alamiahnya Penélope Cruz menghembuskan roh pada wanita yang tak nyaman pada diri sendiri. Cruz yang mudik ke Spanyol dan reuni dengan Almodovar merangkum Raimunda sebagai wanita pelosok yang pindah ke sudut Madrid membawa serta seluruh tumpukan kompromi yang dikuasainya. Close up wajah Cruz di kamar yang gelap setelah menolak permintaan suaminya menggali kesempurnaannya membentuk jiwa yang patah.   

Apakah Irene kembali untuk urusan yang belum selesai, agar bisa pergi selamanya dengan tenang? Kisah ini mengandung banyak misteri, memendam berbagai lapisan emosi, tapi tonton sendiri .. Yang bisa diungkap di sini Irene muncul dalam aura yang damai, kepergiannya sekian lama membuatnya cair dan tak ingin membuat mereka yang dikunjunginya terbebani. Ia sudah tiba pada pemahaman yang sempurna terhadap beban dan kemarahan Raimunda. Irene bisa begitu konyol dan centil di hadapan Sole tapi sesenggukan begitu mendengar Raimunda menyanyi.

Kedamaian Irene, kedamaian Almodovar. Almodovar jika di Indonesia rentan jadi target sweeping para “pembela moral bangsa” karena tidak pernah meninggalkan orang-orang yang selama ini mendapatkan hatinya, dari banci sampai pelacur murahan. Ia gampang disinisi kaum laki-laki karena selalu menertawakan agresivitas mereka dan terang-terangan berpihak pada perempuan yang tak dihargai tapi menolak pasrah. Tanpa kehilangan humor dan ironi Volver adalah sentuhannya yang paling bening.

Muara dari seluruh pusaran misteri ada pada Irene. Di awal film sudah diperlihatkan para ibu membersihkan dan mempercantik makam dengan sukacita, agaknya seorang ibu bisa memilih untuk merawat kehidupan di hadapannya ketimbang mengucapkan jawaban. Jadi tidak penting benar bagaimana Almodovar menyulam kisahnya tapi kemesraannya menyelami semua orang yang dikasihinya yang membuat kita merasa hangat setelah menyelesaikan film ini. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar